Jumat, 25 Januari 2013

Detik-Detik Itu...


Hari telah berganti,matahari telah bersiar kuning di ufuk timur. Cahayanya kuning,menghangatkan seisi dunia. Dunia,ya,dunia yang terhmpar indah penuh kefanaan. Cerah hari itu,saat cahaya mentari turun menuruni bumi. Namun ada yang aneh,entah kenapa, hari itu burung-burung enggan bernyanyi,deru angin pun tak terdengar. Yang ada hanyalah yang terlihat di gurun pasir maha luas dengan batu-batu cadas nan kokoh.

Disana,disudut kota mekah,disebuah rumah nan sederhana,terbujur lemah seseorang. Badannya bersimbah peluh,suhu badannya meninggi. Raga itu tergolek lemah tak berdaya. Padahal dia adalah sosok manusia nan suci,keksaih Allah,manusia yang paling dicintai sepanjang zaman Tentu anda sudah bisa menebak siapa sosok suci itu..
Beliau merasa badannya semakin lemah dan tak berdaya,maka tak pelak,beliau merasa ini sudah saatnya dia kembali kepangkuanNya.

Hari itu hari senin,tepat dihari ulang tahun beliau.Waktu shalat telah tiba,Bilal bin rabah,salah seorang sahabat yang sangat dicintai naik untuk mengumandangkan suara kemenangan. Ketika telah menunaikan tugasnya,dia lalu menuju ke rumah sosok mulia yang sedang sakit itu. 

"Assalamualaikum ya Rasulullah?"Kemudian dia berkata lagi: "Assolah yarhamukallah. "Fatimah menjawab: "Rasulullah dalam keadaan sakit. "Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah S.A.W bersabda:
 "Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat. "Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: "Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku? "Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam sholat tersebut.
Lalu pagi itu Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya.  Dengan suara terbata Beliau memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Utsman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril.Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
” Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku”. Angin pun menjadi mati.

Selanjutnya yang tampak adalah sesosok jasad tak bernyawa. Kembang umat yang dulunya harum merekah dan mewangi selama 63 tahun telah layu. Menyisakan sedih yang tak terkira dihati umat,sosok yang akan selalu dirindukan itu telah pergi,pergi selama-lamanya. Alloh terlalu rindu,terlalu cinta terhadap beliau,sehingga cepat-cepat ingin bertemu.

Rasulullah telaw wafat. Para sahabat tekejut,bahkan tak sedikit yang menyangkalnya. Umar bin Khattab,menancapkan pedangnya,seraya berkata "Barangsiapa yg mengatakan Rasulullah telah wafat,maka akan kupotong tangan dan kakinya". Namun Abu bakar berusaha tegar,beliau berkata"Barangsiapa yang menyembah Muhammad,maka sesungguhnya ia telah tiada,barangsiapa yg menyembah Allah,maka sesungguhnya Allah itu kekal". Serta merta Umar-pun menekuk lututnya,tertunduk lesu,lalu mencoba untuk tetap tegar.

Detik-detik itu,saat-saat yang paling menyedihkan. Kenapa? Kenapa Engkau cepat-cepat mengambilnya ya Allah? Kenapa? kenapa Engkau tak membiarkan aku menatap wajahnya,mencium tanganya,atau bahkan mendekap tubuhnya? Kenapa? Kenapa zaman begitu pelit untuk melahirkan sosok manusia seperti dia? Kenapa? Kenapa aku lahir tanpa bisa bertemu dengannya? Kenapa? Kenapa aku hanya bisa meridukannya lewat kisah-kisah epik kepahlawanan beliau.

Padahal,sampai akhir hayatnya,hanya satu yang beliau pikirkan." Ummatku...ummatku....ummatku...."
Ya,beliau mengkhawatirkan kita.... Tapi....... Apa.. Apa balasan kita atas cinta beliau terhadapa kita...
Apa yang telah kita lakukan terhadap agama yang dengan susah payah ia perjuangkan.... Apa SAudaraku.. Jawablah.... Jawab dari hati kita... Apa.....??
Tak cukupkah orang-orang kafir yang mendzalimi beliau? Sedangkan kita,umatnya,bahkan lebih kejam lagi mengoyak-ngoyak cinta dan kasih sayangnya. Pikirkanlah,wahai saudaraku...
Detik-detik itu,seluruh umat menangis atas kepergiannya....
Detik-detik ini,aku menangisi diriku yang telah banyak menyakiti hati beliau.. Aku menangisi diriku yang tak pernah menatap wajanya... Aku menangisis diriku yang hanya bisa mengenangnya....
Duhai anak yatim yang mulia,mengubah dunia dari padang gersang. Dirimu adalah penerang disaat gelap. Jejakmu akan selalu kukenang. Kisahmu adalah teladan bagi kami semua. Wahai kekasih Allah.. Umatmu merindukan dirimu...

(masih menangis sambil menyelesaikan tulisan ini.. karena penulis menangisi dirinya... sambil berdoa kepada Allah,agar suatu hari nanti dapat dipertemukan dengan beliau... Ya Allah..............)



(Red: Kahfi Yunus ~ Ketua Umum KAMMI Komisariat Untirta 1213. 25/11/10)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 

KAMMI Komisariat Untirta - Copyright  © 2012 All Rights Reserved | Design by OS Templates Converted and modified into Blogger Template by BTDesigner | Back to TOP